Sepenggal Catatan Perjalanan

by Ismaya_Rai

Hari ke-1
    Menengadah kepala mereka melihat tingginya pucuk ujung gunung. Ditelusuri nanar sabana yang terhampar di bawahnya. Tertunduk hati para petualang itu melafalkan ayat suci, doa, bahkan mantra sebelum lancang menginjak setapak Pulau Sasak. Gema salam rimba menggaung di atas awan, menggema menusuk langit. Mantap sudah hati mereka untuk melangkah membuang sumpah serapah.
    Awan rendah setia menaungi di tengah terik matahari, peluh deras mengucur, sesekali gerimis kecil mengguyur melepas dahaga. Mereka hanya mendengar desahan nafas sang kawan di depan dan keluhan kecil seorang teman di belakang. Hingga akhirnya matahari surut dan senja beringsut. Head lamp, senter, keluar dari carrier mereka. Mereka bukanlah elang atau burung hantu dalam melihat, tetapi mereka serigala malam dalam semangat. Terus ditapakinya jalan tanah itu hingga akhirnya mereka putuskan untuk berselimut malam kelam. Di Pos 2 Sembalun mereka menanggalkan carrier berat di pundak, bersama mengusung tenda dalam gelap, hingga akhirnya bercerita dengan hangatnya api unggun hingga mereka terlelap.

Hari ke-2
     Mengisi tenaga dengan segenggam nasi, mereka bersiap untuk meneruskan perjalanan. Bertambah beban di punggung dengan air, tak pantang bagi mereka untuk beranjak pulang. Senda gurau kicauan burung di pagi itu menyemangati mereka. Saling ejek dengan teman, saling bantu dengan kawan, melesat maju seorang di depan, bersabar menunggu yang lainnya di belakang. Lembah dengan hiasan sabana mengunci erat beban mereka, melepas simpul lelah dalam setiap pikiran mereka. Berhenti hanya untuk menambal perut dengan sebulir roti dan mengisi air. Sesekali bercanda dengan sahabat di jalan, layaknya saudara lekat. Berbagi bekal, seremah demi seremah, sepotong demi sepotong.
     Pos pelawangan Sembalun seakan berada di surga, jauh tak terkira, menanjak curam tak berperi. Gontai mereka disiksa dalam pegal di suatu bukit yang bercerita tentang penyiksaan. Ya, bukit penyiksaan itu menggelayut manja di antara betis mereka. Tak berujung siksaan itu, keringat keluar dari setiap pori kulit, kering dari mulut hingga faring. Berteriak hati memohon berikan jalanan rata untuk sekedar meluruskan telapak, tapi bukit itu tak bergeming, hanya angkuh dengan terus mendongak menanjak.
     Sampai akhirnya sang penyiksa mereka taklukan, hanya jalan kecil memisahkan antara tebing dan jurang. Nampak pendaki lain melambai memberikan tempat untuk beristirahat. Malam itu dingin, hanya purnama yang berani keluar di malam pucat. Suara gemuruh angin memperingati mereka untuk segera tidur terlelap dalam dengkur.

Hari ke-3
     "Ayo ke puncak, Kawan!!!" seorang pendaki membangunkan mimpi tentang empuknya kasur, di tengah butanya malam. Sang purnama terus mengawasi, angin menusuk terus memperingati. Bersiap mereka untuk menyerang puncak di waktu imsak. Berjejer mengendap dalam gelap, merayap dalam senyap. Mereka berbisik untuk mengelabui angin, bersembunyi dari rembulan. Kaki mereka menapaki pasir yang tak kunjung berakhir. Setiap sepuluh langkah merangkak, tiga kali mereka terguling. Setiap lima langkah merayap, dua kali mereka terperosok. Berat kawan, sangat berat bagi mereka. Hanya sang bunga abadi, edelweiss, yang memompa semangat.
     Dari kejauhan nampak fajar mulai bergetar, takut menjalar dalam dada mereka karena fajar tak mungkin terkejar. Beberapa saudara mulai surut dan menarik kembali kaki mereka. Tapi lebih banyak yang terus mendaki, tak perduli fajar sudah tak mungkin dinanti.
     Angin terus berhembus kencang, menyuarakan suara mistis dengan kabut tipis. Kaki mereka sudah menyerah, tetapi tidak dengan jiwa mereka.
     “Mental kami bukan kerupuk yang melempem karena angin, mental kami adalah baja yang semakin tajam ketika ditempa!" Kobaran matahari meninggi semakin menyulut semangat mereka. Menapak, melangkah, merangkak, semua mereka coba.
     "PUNCAK TEMAN!!!" seseorang berteriak sampai menggema. Puncak itu kini di bawah kaki mereka. Sekeliling Pulau Lombok nampak meluas di telapak kaki. Ya, dengan tekad kuat mereka menggapai puncak. Bersujud, berteriak, menangis, tertawa, gembira, pedih bersatu di lahan kecil itu. Mereka saling menepuk bahu, angin dingin takluk dan memberikan selamat, matahari terik salut dan tersenyum bersahabat.
     Mereka berpesta pora diatas puncak, Sang Anjani tahu niat mereka hanya sekedar melepas rindu untuk melambai awan, membelai langit. Karena di PUNCAK RINJANI, Dewi Anjani tersenyum merestui cucuran semangat mereka. Sang surya mulai melangkah tinggi, hingga akhirnya pesta di puncak disudahi dengan rapi. Beberapa foto telah mereka ambil sebagai bukti perkasanya jiwa dan gagahnya raga mereka.
     Tujuan berikutnya adalah Danau Sagara Anak. Dari puncak tadi, Gunung Baru Jari terus ramah melambai, meminta para pendaki menjamahi danau di kaki Baru Jari. Para petualang itu menerima undangan Sagara Anak, menyusuri tebing curam mereka melangkah terus ke bawah. Jalanan menukik terjal, karena ini bukanlah lembah, tetapi kawah Sang Rinjani, kawan.
     Danau itu tampak tenang, seakan menenggelamkan pikiran mereka bahkan sebelum mereka menyentuh airnya. Baru Jari berdiri tegak di seberang danau, melebarkan tangan ingin memeluk sang penakluk. Sore yang hangat itu mereka nikmati dengan menyeduh kopi panas dan senda gurau dengan tetangga tenda. Malamnya seakan menyambut mereka, menyuguhkan purnama kedua di atas danau, mereka bertukar tembakau dengan beberapa ekor ikan. Sempurna. Apalagi yang harus ditambahkan dalam suasana sepi ditemani kopi hangat, ikan bakar, nasi mengepul dan bintang membentuk rasi sedangkan rembulan berwujud purnama? Rasa syukur bertalu talu berdegup dalam dada.

Hari ke-4
     Pesta terus berlanjut, teman. Selemparan batu di belakang tenda, Gunung Baru Jari berbagi kehangatanya dalam sumber air panas. Tidak tanggung-tanggung, ada tiga kolam disana. Kalian bisa memilih, hangat, agak panas, atau panas. Gunung mana di Indonesia ini yang memanjakan pendaki selain disini?
     Mereka bergegas mengambil peralatan mandi. Simpul pegal di kaki, tangan, betis bahkan otak hilang terobati di sini. Tertawa mereka merendamkan badan menghilangkan penat pikiran. Setelah bosan di kolam satu tinggal pindah ke kolam lainnya. Seakan anak bungsu yang terus dimanja, ketika beranjak, hidangan sup ikan dengan bumbu khas Lombok menyambut mereka, Baru Jari tertawa hingga terbatuk mengeluarkan asap melihat para pejalan itu terheran heran dengan jamuan.
     Surga itu terletak di tengah gunung, diantara belantara, rasa malas menghinggapi pundak untuk keluar dari Sang Sagara Anak. Berpamitan mereka pada setiap pemancing, pendaki, dan sahabat. Sagara Anak dan Baru Jari lekat terus mengintai perjalanan pulang.
Tak selayaknya turun gunung, jalanan curam harus mereka langkahi untuk menuju pulang. Beribu ampun mereka ucapkan pada Anjani karena jalanan itu terus curam. Memohon maaf mereka teriakan pada Baru Jari tetapi jalanan itu masih terjal. Bersujud menyerah mereka lakukan namun jalanan itu tetap tengadah.
     Bukit untuk pergi ke Senaru layaknya tak berujung. Ketika mereka berkisah tentang bukit sang penyiksa, mungkin inilah penyiksa kedua dalam perjalanan pulang. Termencret-mencret mereka berjalan, termuntah muntah mereka menyerah. Akhirnya Pelawangan Senaru sudah di gapai, tapi masih berjam-jam jauhnya hingga perjalanan kebawah. Berlari para pemuncak itu menyusuri punggungan Rinjani, pegal tak dirasa, keseleo tak diraba. Hingga akhirnya mentari menyusut menjadi malam, lolongan suara penghuni hutan menemani. Kali ini Rinjani menguji mereka dengan cara "lain". Tafakur mereka dalam derap langkah, mata hanya menunduk pada tanah, membersihkan niat dalam setiap sekat hati. Semoga perjalanan turun direstui oleh Rinjani.
     Hutan lebat semakin menhilang, mereka terus berlari dan sampai pada pintu hutan. Berhamburan mereka keluar hutan, rasa syukur pada Tuhan terus dilafalkan, rasa terima kasih pada kawan terus diucapkan.

     Di sinilah kami sekarang berada, kawan, di sisi lain Gunung Rinjani. Satu minggu setelah pendakian, seolah bermimpi untuk kembali.

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Leave a comment

Desing Downloaded From Free Blogger Templates | Free Website Templates | Free PSD Graphics