MELAWAN NASIB DI UJUNG SENJA

Kyck Andy - Sebagian orang merencakan kapan ia akan pensiun dari pekerjaan, lalu menikmati masa tua dengan semua kenyamanan hidup. Tapi sebagian lain berserah pada usia dan kekuatan fisik untuk menghentikannya. Mereka adalah orang-orang yang harus terus melawan nasib hingga usia senja, pantang mengemis dan mencari nafkah demi keberlangsungan hidupnya. “Ora kerja, yo ora mangan,” kata Mbah Redjo, perempuan berusia sekitar 75 tahun, yang masih bekerja sebagai pembuat dan penjual dolanan anak di Bantul, Yogyakarta.

Sudah lebih dari 40 tahun, Mbah Redjo menjadi pengrajin sekaligus penjual dolanan anak. Ia tak peduli berapa banyak produk China menyerbu pasar mainan anak-anak di negeri ini. Ia juga tak peduli seberapa canggih aneka permainan di jaman modern ini. Ia hanya peduli pada perutnya, pada keberlangsungan hidupnya yang ia kais dari berjualan mainan tradisional.

Mbah Redjo tinggal sendirian, suaminya sudah lama meninggal, dua anaknya hidup terpisah. Ia memilih hidup mandiri di rumahnya yang pernah terbelah oleh bencana gempa tahun 2006 lalu. Kini rumahnya sudah diperbaiki berkat bantuan donatur. Meski usianya merambah renta, tapi ia pantang meminta atau numpang hidup kepada kedua anaknya. Ia mengaku tidak ingin dan juga tidak mungkin menjadi benalu bagi kedua anaknya yang hanya berprofesi sebagai buruh tani.
Nenek yang murah senyum ini, mengerjakan semua persiapan dan pembuatan mainan sendirian, dari proses memotong bambu, menggunting besi tipis, melipat hingga mengecat. Berbagai mainan anak tradisional ia buat, seperti kipas kertas, kincir, boneka wayang, dan lain-lain.

Ketika fajar mulai menyingsing, Mbah Redjo memulai aktivitas harinya dengan menggendong bakulan dagangannya dan berjalan kaki sejauh 10 km menuju Pasar Gamping di wilayah Sleman. Ia menempuhnya dengan waktu sekitar 2,5 jam. Pukul 8 pagi hingga menjelang pukul 1 siang, ia menggelar hasil karyanya untuk diperdagangkan.

Harga dolanan buatan Mbah Redjo berkisar antara Rp.1000 – Rp.2000. Penghasilan dari berjualannya, antara Rp.30.000 - Rp.50.000 per hari. Berbeda dengan biasanya, hari ini dagangan Mbah Rejo laris manis. Tak lain, ini karena kehadiran Andy F. Noya di Pasar Gamping, khusus untuk menemui dan menemani Mbah Redjo berjualan.

Sambil berjualan Host Kick Andy mengajak Si Mbah untuk bercerita tentang perjuangan hidupnya.

Ya, di episode kali ini, secara khusus Host Kick Andy mengunjungi para nara sumber.

Dari Pasar Gamping, Sleman, Andy F. Noya mengajak pemirsa untuk menemui seorang nenek di sebuah tempat asri di wilayah Jumo, Temanggung. Kampung yang dilintasi saliran Sungai Tegong ini memberikan peluang usaha bagi warganya, terutama kaum perempuan, untuk menjadi penambang dan pemecah batu kali.

Salah satu pemecah batu senior yang ditemukan di kampung itu adalah Mbah Klimah. Ia mengaku berumur hampir 90 tahun. Sudah sejak muda ia bekerja sebagai pemecah batu, terlebih setelah menjanda. Mulai pagi hingga petang, dan diselingin istirahat makan siang, ia duduk di pinggir jalan desa bersama para perempuan pemecah batu lainnya.

Ia nyaris tak bersuara selama bekerja, sesekali ia mengusap matanya yang sudah sering berair. Tangannya yang kurus dan keriput masih semangat mengangkat palu dan meremahkan batu-batu kali. Dan Andy F. Noya mengaku sangat salut pada Mbah Klimah. “Saya coba pecahkan batu dan ternyata itu tak mudah,” ujarnya.

Mbah Klimah kini hidup bersama anak bungsunya, Pon—yang juga seorang janda. Pon bekerja serabutan, dari tukang mencari rumput hingga buruh harian di ladang orang lain. Jika tak ada panggilan menjadi buruh, maka ia bekerja bersama ibunya, memecah batu atau mengambilkan batu untuk dari kali untuk dipecahkan ibunya. Maklum Mbah Klimah secara fisik sudah tak kuat lagi wara-wiri ke Sungai Tegong yang terjal.

Di pinggiran Sungai Tegong, Andy bertemu dengan Mbah Rusmi, seorang nenek seusia Mbah Klimah yang sedang mengambil batu. Kepada Andy, Rusmi mengaku sudah sejak muda mengerjakan pekerjaan ini. Kebutuhan hiduplah yang mengharuskannya, walau ia mengaku sudah sering sakit badan.

Meski terlihat sebagai pekerjaan berat dan sedikit kasar, menjadi pemecah batu perlu kesabaran dalam menunggu pembeli pecahan batu atau split ini. Sering kali mereka terpaksa menjual kepada para tengkulak dengan harga di bawah standar. “Harga satu kubik sekitar 60 sampai 80 ribu rupiah,” ujar Mbak Pon. Dan bayangkan, satu kubik itu adalah setara dengan hasil kerja Mbah Klimah memecah batu selama sekitar 2 minggu! “Yah, mau gimana lagi,” ujar Pon yang diamini Mbah Klimah.

Semangat dan kerja keras juga dimiliki oleh Mbah Dasih asal Solo. Nenek berusia 75 tahun itu sudah berjualan nasi liwet sejak 35 tahun lalu. Sebuah pilihan profesi, yang katanya, tak akan berubah hingga tutup usia.

Sejak tengah malam, Mbah Dasih memasak dan menyiapkan dagangan makanan khas Solo ini. Dini hari dengan menyewa sebuah beca ia membawa dagangan ke tempat mangkalnya di emperan sebuah toko di Ngapeman, di Jalan Gajah Mada, Solo, persis di seberang hotel Novotel Solo. Ia berjualan dari pagi hingga menjelang siang.

Kepada Host Kick Andy, Mbah Dasih mengisahkan banyak hak tentang prinsip usaha sederhananya ini. Untuk sebungkus nasi liwet dengan potongan ayam, dia menjualnya seharga Rp.6000. Dibanding dua nenek sebelumnya, mungkin usaha Dasih terlihat lebih baik. Tapi tetap ada kesamaan; kerja keras untuk modal melawan nasib di hari senja.

Selain ketiga nenek tadi, kami juga akan memperkenalkan anda pada pejuang kehidupan lain. Ada Mak Enik, seorang buruh pembuat genteng di Purwakarta, Jawa Barat. Ia harus bekerja banting tulang untuk upah sebesar Rp.20 ribu sehari. Upah itu dipergunakan untuk membiayai kehidupan keluarga dan suaminya yang lumpuh.

Sementara, dari Tangerang, ada kisah Mak Ida, yang pantang jadi benalu bagi anaknya, kemudian memilih tinggal di dekat kandang kambing. Dan untuk kehidupan sehari-harinya ia mencari uang dengan menjadi pengupas kacang di pasar.

Inilah kisah penuh inspirasi dari para nenek yang bertahan melawan nasib dengan kemandirian dan kerja keras di usianya menjelang senja. Selamat menyaksikan. (*)

Sedih euy bacanya....!! Harusnya dalam usia segitu mereka bisa sedikit merasakan kehidupan yang lebih baik...tapi mereka msh harus berjuang untuk menyambung hidup. Bersyukurlah kita yang diberi rezeki yang lebih baik oleh Allah SWT. Dan tugas kita untuk memberikan kebahagiaan kepada orang tua kita di hari tuanya. Semoga kita bisa...amien...
These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Leave a comment

Desing Downloaded From Free Blogger Templates | Free Website Templates | Free PSD Graphics