Serpihan Kenangan


Mentari baru saja menampakkan diri setelah terlelap di peraduan. Sinarnya masih belum mampu mengalahkan dinginnya angin pagi yang kali ini terasa lebih dingin. Sisa-sisa hujan semalam masih sangat terasa, genangan air dimana-mana, namun tak dihiraukan oleh para pedagang asongan yang dengan semangat menawarkan dagangannya kepada para calon penumpang bis. Suara kernet yang mencari calon penumpang menambah semaraknya pagi di Terminal Sleko ini. Sepertinya baru kemarin aku menunggu kamu disini untuk bersama-sama menuju kota tempat kita kuliah setelah menghabiskan libur akhir pekan di rumah. Kamu pasti membawa banyak camilan dari rumah seperti keripik pisang -yang paling aku tunggu-, madumongso atau manisan cermai. Dan seperti biasa aku selalu membawa masakanku yang ditunggu-tunggu Underground Comunity -sebutan untuk para penghuni kost kita- sambal teri.
“Semarang...Semarang...Kudus-Demak-Semarang langsung ayo...” teriak kernet bus membuyarkan lamunanku. Aku pun naik dan mencari tempat duduk, nomor dua dari depan deret sebelah kiri. Pengamen, pedagang asongan, pengemis, dan penumpang berdesakan di dalam bis, membuat udara di dalam bis ekonomi ini semakin panas. Apa kamu tahu, Ra, dulu sewaktu aku berangkat sendiri ke Semarang, ada seorang pedagang asongan yang memaksa-maksa untuk membeli dagangannya, tapi aku tetap tidak mau, kemudian dia malah duduk di kursi seberangku dan memaksa mengajak kenalan. Hahaha...orang yang aneh kan?
Menikmati perjalanan di dalam bis seperti sekarang ini selalu membuatku ingat kamu. Kalau bis penuh dengan penumpang sampai banyak yang harus berdiri, dan jika ada di antara mereka orang tua yang sudah renta atau ibu hamil atau juga ibu yang menggendong anaknya, dengan senang hati kamu akan memberikan kursimu untuk orang-orang seperti itu, membiarkan tubuhmu yang kecil berdiri berdesak-desakan. Salah satu sifat kamu yang mulia diantara sekian banyak sifat mulia kamu yang lain, yang aku sendiripun kadang belum mampu untuk meniru, masih menonjolkan sifat egoisku. Oh ya, Ra, ada satu kejadian lucu yang pernah kita alami di dalam bis. Masih ingatkah kamu? Waktu kita sedang seru-serunya ngobrol, lalu sopir mengerem dengan tiba-tiba, dan sandal kamu yang sebelah entah bagaimana ceritanya bisa meluncur ke belakang, sampai 2 kursi di belakang kita. Kamu minta tolong penumpang yang duduk 2 kursi dibelakang kita itu untuk menendangnya ke depan, tapi dia tidak juga mengerti maksudmu. Setelah beberapa kali dijelaskan baru dia mengerti dan mencari sandalmu. Bukannya ditendang ke depan, tapi dengan polosnya orang itu malah mengambilnya dan mengacungkannya ke atas sambil teriak “ini sandal punya mbak ya?”. Seperti dikomando, semua penumpang di dalam bis pun melihat ke arah kita. Kamu ingat bagaimana malunya kita waktu itu? Dengan muka merah padam menahan malu kamu ambil sandal itu. Dan aku tidak bisa menahan tawa, malu sekaligus geli.
Ada lagi hal yang lebih gila yang pernah kamu alami. Sewaktu kita pulang dari mall naik bis kota yang penuh sesak sehingga kita tidak bisa duduk sebangku. Kamu duduk di depan sedangkan aku di belakang. Benar-benar gila sopir dan kernet bis itu yang memuat orang segitu banyaknya dalam bis, bahkan ketika sudah sampai ke kost kita, aku kesusahan mencari jalan untuk keluar. Setelah akhirnya berhasil turun dan bisa bernafas lega, aku menunggumu turun, tetapi kamu tidak juga turun sampai bis itu berjalan lagi meninggalkanku. Waktu itu aku benar-benar kaget, tapi juga geli, kenapa kamu tidak ikut turun? Aku kirim sms, dan kamu balas “tadi aku melamun, setelah sadar ternyata udah kelewat jauh,hahaha...”. Aku tertawa sampai sakit perut waktu itu, apalagi melihatmu berjalan kembali ke kost yang jaraknya hampir 200 meter. Apa sampai sekarang kamu masih sering melamun di dalam bis, Ra? Kebiasaan burukmu itu harus dihentikan kalau tidak mau nyasar lagi.
==
Setelah dua jam perjalanan yang melelahkan -naik bis berasa naik rollercoaster karena ngebut, berhenti menunggu penumpang sampai hampir setengah jam, panas berdesak-desakan dalam bis- akhirnya sampai juga aku di Terminal Terboyo yang sangat akrab denganku selama hampir empat tahun. Ternyata tidak banyak berubah, masih tetap kotor, genangan air dimana-mana, celotehan para pencari nafkah di terminal ini masih tetap sama -kata-kata kotor dan keras masih mendominasi-. Kau tahu Ra, aku juga merindukan suasana seperti ini.
Mbak’e mau kemana?” Tanya seseorang yang aku perkirakan usianya jauh lebih muda daripada aku. Mungkin malah baru lulus SMA. Tidak jauh di depanku ada seorang anak kecil sedang meminta-minta. Miris sekali melihatnya. Anak itu mungkin baru kelas 3 SD. Jam segini seharusnya dia sekolah, bukan meminta-minta atau mengamen di tempat seperti ini. Aku menghela nafas dalam membayangkan betapa di negara  ini masih banyak anak-anak yang bernasib seperti mereka, sebelum aku menjawab pertanyaan kernet didepanku ini, “Tembalang” jawabku singkat menyebutkan tujuanku. “Itu mbak bis’e udah mau berangkat” kata anak itu sambil menunjuk bis bercat warna pink bertuliskan “Ragil Kuning”, bis yang tidak asing bagiku. Akupun naik dan duduk di salah satu kursi kosong, hanya ada tiga orang dalam bis. Memang kalau hari-hari biasa seperti ini sepi. Tapi coba saja lihat tiap minggu sore, bis ini pasti ramai sekali, sampai banyak yang tidak terangkut harus menunggu sampai bisnya kembali lagi ke terminal.
Banyak hal yang aku ingat tentang kota ini, kota tempat kita mencari ilmu -lebih cocok untukmu karena aku lebih banyak main daripada belajar- tempat kita belajar mandiri, dan mencari sesuap nasi untuk kita sendiri -setidaknya dulu sewaktu aku masih bekerja di kota ini-. Jadi ingat hari-hari awal kita tinggal disini, Ra. Suatu pagi, jam empat, dengan panik kamu membangunkanku, membuatku kaget. Lalu dengan enggan aku bangun dan bertanya “Apa sih? Pagi-pagi gini ribut...!” kamu menjawab dengan panik “Ada tikus! Ayo bangun, kita tangkap tikusnya”. Dengan berbekal sapu dan sandal kita mengejar tikus itu keliling kamar. Setelah dia sembunyi di bawah lemari, akhirnya kita dapat menangkapnya dan memukulnya sebelum kita masukkan ke dalam tas ospek -yang membuatku kehilangan benda kenang-kenangan masa ospek kita- dan membuangnya. Kamu masih ingat kan Ra, tragedi tikus pagi-pagi buta itu? Pernah juga gara-gara kecoak kamu membangunkanku malam-malam. Mengejarnya di dalam kamar, memukul-mukul membuatku terbangun dan ingin marah-marah. Tapi kemudian aku biarkan saja kamu berolahraga malam itu berburu kecoak, dan akupun kembali tidur dengan damainya. Mungkin dalam hati kamu bilang “Ini orang nggak berperasaan apa ya? Bukannya bantuin malah dengan santainya nerusin tidur!” hehe...itu karena aku sudah bosan dengan permusuhan antara kamu dan kecoak. Dan karena itu juga aku sering isengin kamu. Ambil kecoak, lempar ke arah kamu, pasti kamu akan langsung teriak “aaaw...aaaw...” dan lari sambil bergidik. Lucu sekali melihat kamu seperti itu, membuat sifat jahilku tak bisa dibendung.
Ra, aku tahu salah satu hobimu adalah menyanyi. Kalau sudah menyanyi kamu tidak perduli tempat dan orang-orang disekitarmu. Di kamar, di ruang tivi, di jalan, bahkan di warnet. Kadang aku malu kalau ke warnet sama kamu, karena kamu pasti akan dengan hebohnya nyanyi sampai membahana di segala penjuru ruangan warnet. Satu lagi kebiasaan memalukan yang sering kamu ulangi adalah lupa menutup resliting celana -ups...maaf ya-. Sudah seharian kesana kemari, dari kost ke kampus, ke kantin, ke perpustakaan, begitu pulang sampai di kost dengan tampang polos tak berdosa kamu bilang “Astaghfirullah...reslitingku dari tadi ternyata belum dinaikin” hahaha...aku tidak akan kaget mendengarnya karena sudah hafal dengan kebiasaan kamu itu.
==
Bis yang aku naiki sudah sampai di Peterongan ketika ada seorang cewek bertubuh mungil, berwajah manis dan berjilbab naik. Dia membuatku teringat padamu, Ra. Aira adalah cewek berjilbab yang mungil dan hitam manis. Aku ingat, banyak sekali cowok yang naksir kamu tetapi tidak satupun yang kamu tanggapi. Aku tidak tahu kenapa, apakah memang tidak ada yang cocok, atau kamu memang tidak mau pacaran. Sangat wajar kalau banyak yang suka kamu. Kamu manis, salehah, pintar, rajin, baik hati, supel, nyaris sempurna sebagai perempuan. Sungguh jauh berbeda denganku yang pemalas dan cuek ini. Kita memang sangat kontras, sampai teman-teman terheran-heran kalau masuk ke kamar kita dan mendapati kamu sedang belajar sementara aku sedang membaca komik atau malah tidur. Tapi memang tidak ada manusia yang sempurna, begitupun kamu. Di balik semua kelebihanmu toh aku tahu kalau kamu sering mengalami kejadian memalukan- yang terkadang aku pun harus ikut menanggung malu-. Kamu juga cengeng -sama sepertiku- kadang menangis sendiri tanpa sebab, setelah puas menangis kamu pun tertawa -tanda-tanda kegilaanmu mulai muncul sepertinya-. Pernah kita berdua menangis sewaktu menonton sinetron yang ceritanya sangat mengharukan dan akhirnya kita berdualah yang menjadi tontonan teman-teman kost.
Tapi kamu tetap teman terbaikku, Ra. Kamu selalu membantuku. Kalau aku memintamu menemaniku ke suatu tempat, kamu pasti akan mengiyakan walaupun saat itu kamu sedang capek atau banyak kerjaan. Kalau aku sakit kamu yang repot mengurusku. Kamu yang paling cerewet menyuruhku belajar walaupun akhirnya tidak pernah berhasil membuatku lebih dari setengah jam membuka buku pelajaran. Tidak pernah marah karena keisenganku. Dan banyak hal lain yang kamu lakukan untukku.
==
“Astaghfirullah...” ucapku kaget ketika dengan tiba-tiba bis direm mendadak. Di depan ramai orang berkerumun. “Ada apa ya?” tanyaku pada orang disebelahku, seorang perempuan yang sedikit lebih tua dariku, mungkin usianya sekitar 27 tahun. “Ndak tahu, mungkin kecelakaan.” Jawabnya sambil masih terus meperhatikan keramaian di depan. Ternyata benar ada kecelakaan. Seorang anak SMA yang mengendarai sepeda motor yang hendak menyeberang ditabrak mobil. Alhamdulillah dia selamat, tapi mengalami patah tulang. Perempatan Jatingaleh ini memang padat kendaraan sehingga rawan terjadi kecelakaan. “Anak jaman sekarang kalau naik motor emang ndak hati-hati, suka kebut-kebutan.” Kata seorang bapak yang duduk di kursi depan. “Untung kalau cuma patah tulang, lha piye nek amblas nyawane?” timpal seorang ibu yang berbadan gemuk dan berambut keriting. Suasana di bis menjadi ramai membahas kecelakaan yang baru saja terjadi. Agak lama menunggu kemacetan reda disana. Membuatku terhanyut dalam lamunanku tentangmu, Ra.
Satu hal yang dapat aku ingat dari seorang Aira , cuma satu kata, HEBAT. Kamu selalu melakukan setiap hal dengan tekun dan sungguh-sungguh, tidak pernah menyerah, selalu belajar dan belajar untuk menjadi lebih baik. Meskipun terkadang kamu manja -dan aku selalu marah-marah karena ini-, tapi sebenarnya kamu sosok yang tegar dan kuat. Kamu sama seperti ibumu, wanita yang hebat. Dan aku bangga mempunyai seorang sahabat sepertimu.
==

Bis pun akhirnya kembali berjalan, merayap di jalan yang naik ini. Hari belum terlalu siang, tetapi udara sudah sangat panas membuat keringat  bemunculan. Mungkin inilah dampak pemanasan global yang sekarang sedang hangat diperbincangkan. Dulu kota ini memang sudah panas, dan sekarang semakin bertambah panas. Mungkin enak sekali kalau minum es kelapa muda di warung Pak Hadi, dekat kost barumu, Ra, pasti segar sekali. Di depan terlihat patung Pangeran Diponegoro sedang menaiki kudanya, di atas gapura berwarna hijau, menandakan aku hampir sampai ke tempat tujuanku.
Bis berhenti tidak jauh dari gapura itu. Ternyata ada penumpang naik, dua orang cewek berpakaian modis yang mungkin mahasiswi. Mereka duduk di kursi depanku. “Mengko sido melu ra nda?” Tanya cewek berambut panjang lurus yang sepertinya hasil rebonding. Cewek yang satunya berjilbab biru tosca yang modis, cocok dengan wajahnya yang putih dan ayu, menoleh ke arah temannya dan menjawab “mbuh ik, during ngerti ndes”. Panggilan itu -nda/ndes- sudah lama aku tidak mendengar panggilan seperti itu. Panggilan yang khas di kota ini. Memang sebenarnya agak kasar, tapi aku merindukan sapaan itu. Tanpa sadar aku tersenyum mendengar obrolan mereka.
Aku melihat ke luar jendela menikmati pemandangan yang aku rindukan. Deretan rumah dan toko, orang-orang yang berlalu-lalang, angkot berwarna kuning yang menunggu penumpang, gerombolan remaja yang sedang bercanda ria di pinggir jalan. Aku menarik nafas dalam menghirup udara kota ini yang semakin berpolusi. Dulu daerah ini sejuk, setidaknya jika dibandingkan daerah lain di kota ini, tapi sekarang tidak ada bedanya, panas. “MPD” teriak kernet memberitahukan kepada penumpang yang ingin turun di Masjid Pangeran Diponegoro, dan empat orang turun. “Sebentar lagi sampai.” Kataku dalam hati, sambil bersiap untuk turun. “Turun mana mbak?” Tanya kernet setelah melihatku berdiri siap turun. “Perempatan” jawabku singkat.
Aku diturunkan di perempatan jalan ini. Di seberang jalan sana sebelah kiri berderet toko-toko, warung makan, rental komputer. Di seberang kanan tampak ruko fotocopy yang luas dan ramai oleh mahasiswa-mahasiswi yang sangat membutuhkan jasa fotocopy itu. Di dekatku ada seorang penjual tempura dengan gerobaknya. Dulu aku sering jajan tempura disini. Aku berjalan meninggalkan jalan raya dan  masuk ke sebuah gerbang. Tempat ini ternyata sudah banyak berubah. Lihat di depan sana, Ra, ada sebuah taman. Dulunya itu adalah kolam yang disebut “Kolam Kodok”. Aku berjalan ke bagian belakang dari deretan bangunan-bangunan ini, melewati lapangan sepakbola yang rumputnya hampir kering karena panas. Di depanku kini adalah sebuah taman dengan tempat duduk dari semen melingkar dan di depan sana sebuah bangunan gedung bertuliskan “Sekolah Dua”. Benar, tempat ini yang selama tiga tahun hampir setiap hari kita datangi, gedung tempat kuliah kita. Tempat parkir yang luas di belakang kantin itu dulu adalah bukit kecil dengan deretan pohon yang membuat sejuk udara sekitarnya. Tapi sekarang kamu lihat Ra, tidak ada lagi pohon-pohon itu, dimana-mana hanya ada bangunan, panas.
Tak terasa ternyata hari sudah cukup siang. Pantas saja aku merasa perutku teriak minta diisi. Aku langkahkan kakiku ke kantin yang masih sepi karena memang belum waktunya jam istirahat kuliah. Kau tahu Ra, aku mau pesan mie ayam yang dulu sering aku makan. Tak berapa lama menunggu mie ayam dan jus alpukat pesananku sudah datang. Sekarang waktunya aku menikmati makan siangku. Jangan diganggu ya!

***
                                                                                                Dedicated to my best friend, Sinta Mahardika
You are so great
Selong, Lombok Timur
29 April 2010
These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

2 Responses to this post

  1. Muhamad Ratodi on 23 January 2011 at 08:37

    hmmm....nice story mbak:)

  2. Woelan Tomomi on 23 January 2011 at 12:04

    makasih mz todi... :D

Leave a comment

Desing Downloaded From Free Blogger Templates | Free Website Templates | Free PSD Graphics